PENGERTIAN SUNNAH DAN BID’AH SUNNAH Sunnah secara bahasa adalah jalan yang dilalui. Namun secara umum, sunnah adalah jalan yang terpuji, meski terkadang sunnah juga digunakan untuk selain itu, sebagaimana disebutkan dalam hadist Nabi SAW, “Barangsiapa yang memulai dalam Islam sunnah (jalan) kebaikan, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang melakukannya setelah dia dengan tanpa ada pengurangan sedikitpun terhadap pahalanya. Dan barangsiapa memulai dalam Islam sunnah (jalan)kejelekan, maka baginya dosanya dan dosa orang yang melakukannya setelah dia dengan tanpa ada pengurangan sedikitpun dari dosanya”. (HR.Muslim). Sunnah juga berarti tabiat, hukum Allah dan aturan-Nya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Ahzab:62 “sebagai sunnah Allah yang telah berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah”. Adapun sunnah menurut syara’ adalah perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi SAW dan termasuk juga sifat-sifat fisik dan perilaku beliau.(as-sunnah an-nabawiyyah wa makanatuha fi at-tasyri’ al-islami karya Abdul Munshif Mahmud Abdul Fattah 7.) Dari makna ini berarti bahwa sunnah mencakup yang wajib(seperti penjelasan Nabi SAW dalam masalah ibadah dan akidah), mandub (sama dengan istilah sunnat dalam fikih, yaitu dilakukan dapat pahala dan ditinggalkan tidak berdosa) dan mubah(seperti perbuatan Nabi SAW yang berhubungan dengan tabiat kemanusiaan pada umumnya (makan, minum dll);baik dalam perbuatan, perkataan maupun keyakinan (akidah). Pembagian sunnah Sunnah fi’liyah (yang berupa perbuatan) Yaitu apa yang telah dilakukan oleh Rasullah SAW, terdiri dari; · Perbuatan yang termasuk dalam tabiat manusiawi (jibillah). Hukum dari perbuatan Nabi yang masuk kategori ini adalah mubah;seperti makan, minum, tidur. Dan ini telah ditetapkan oleh jumhur ulama. · Perbuatan yang khusus dilakukan Nabi SAW seperti, melakukan sholat tahajud di malam hari, bermusyawarah dll. · Perbuatan Nabi yang berfungsi untuk menjelaskan hukum-hukum Allah, memberikan penjelasan dan penguraian terhadap perintah dan larangan Allah. Jenis ini adalah petunjuk Nabi SAW yang tunduk pada hukum taklifi; yaitu wajib, sunnah, haram atau pembatasan terhadap maksud Allah. Contohnya adalah petujuk Nabi SAW tentang maksud firman Allah surah Al-Baqarah:43. “Dan dirikanlah sholat”. Perintah dalam ayat diatas masih bersifat umum dimana tidak dijelaskan jenis sholat, tata cara juga jumlah rakaatnya. Nabi SAW lalu menjelaskan berdasarkan arahan Allah kepada malaikat Jibril : “sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku mengerjakan sholat” (HR.Bukhori dalam al=adab al-mufrad). Nabi SAW telah menjelaskan bahwa sholat fardhu dalam sehari semalam itu senayak lima kali. Sholat-sholat tersebut wajib, kecuali jika seorang muslim juga berkenan melakukan sholat-sholat sunnah seperti sholat dhuha, sholat tarawih pada malam bulan ramadhlon, sholat I’ed pada hari raya idul ftri dan adha, seperti yang telah Nabi SAW contohkan. Sunnah tarkiyah (meninggalkan suatu perbuatan) Adalah perbuatan yang ditinggalkan Nabi SAW meski terdapat alas an dan tuntunan, serta tidak ada hal yang menghalanginya. Seperti meninggalkan adzan dan iqomah untuk sholat idul fitri dan idul adha, sholat tarawih, tidak membaca ayat-ayat Al-Quran kepada orang yang meninggal, tidak melakukan sholat sunnah pada malam nishfu syaban, dan perbuatan lain yang tidak dilakukan Rasulullah SAW, perbuatan tersebut harus ditinggalkan karena Rasulullah pun meninggalkannya. Karena itu jika dilakukan, maka ia adlah Bid’ah, maka meninggalkannya menjadi wajib. BID’AH Iman Asy-Syahtibi (dalam as-sunnah wa al-bid’ah baina at-ta’shil wa at- tathbiq 12-14) berkata,”bid’ah adalah jalan dalam agama yang dibuat-buat, yang menyerupai syariat, yang dilakukan dengan tujuan berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah”. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obyek bid’ah adalah dalam bidang agama dan bukan dalam bidang keduniawian. Yaitu bahwasanya bid’ah adalah jalan menuju agama yang dibuat-buat. Dalil yang menunukan ini adalah sabda Rasulullah SAW “ barangsiapa yang membuat-buat hal baru dalam urusan kita ini (agama kita) yang tidak ada padanya(pada agama), maka ia ditolak.” Yakni dikembalikan kepada pembuat dan pelakunya. Maka suatu amal agar dapat diterima harus memenuhi dua hal yaitu niat untuk Allah, dan caranya sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh syara’. Maka sangat mengherankan banyak orang yang membuat hal baru dalam masalah agama, padahal agama islam telah sempurna , namun pemikiran mereka itu lumpuh dan akal mereka tidak berfungsi untuk berkreasi dalam masalah keduniaan padahal mereka sangat membutuhkannya. Bid’ah terbagi; Bid’ah hakiki Adalah hal baru yang ada dalam agama dengan tidak berdasar pada dasar-dasar yang telah ada dalam agama atau pada cabang-cabang agama. Artinya hal baru tersebut tidak berdasar dalil syara’ baik dari al-Quran, As Sunnah ataupun ijma’. Hal baru ini murni buatan manusia dan dimasukan kedalam agama dengan tujuan tertentu oleh pelakunya. Tujuannya bisa benar dan bisa juga salah. Contoh; membangun kuburan/memasang kubah diatasnya, menghias masjid. Semua itu adalah bid’ah karena tidak ada dasar rujukannaya dalam Al-Quran, As Sunnah atau ijma’. Bahkan syara’ mengharamkannya, melarang dan memberikan ancaman jika melakukannya. Bid’ah idhafiyah Adalah apa-apa yang dibuat-buat dalam agama yang ada dalil nya dari Al-Quran, As Sunnah atau Ijma’ yang mana keberadaannya disandarkan kepada salah-satu dari ketiganya itu, akan tetapi ia merupakan bid’ah dilihat dari sisi bahwa ia adalah tambahan terhadap apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Contoh; adalah dzikir dengan berkelompok secara bersama-sama. Dzikir adalah sesuatu yang disyariatkan oleh Allah dalam kitab-Nya (Quran, Al Ahzab:41-42) “hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah(dengan menyebut nama)Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang” Namun bentuk dan pelaksanaan dzikir dengan cara berkelompok dan dilakukan dengan bersama-sama adalah bid’ah yang diada-adakan, karena pelaksanaan seperti itu tidak pernah diajarkan dan tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW, pada masa sahabat, dan tidak pula pada masa para tabiin, sehinga dzikir dengan berkelompok dan dilaksanakan dengan bersama-sama adalah salah satu bid’ah idhafiyah yang mempunyai dua sisi; satu sisi yang mengikutinya pada selain bid’ah dan sisi lain yang mengikutinya dengan bid’ah yang harus ditinggalkan dan tidak boleh dilakukan. Bid’ah idhafiyah lebih banyak ditemukan padi pada bid’ah hakiki, meski bid’ah hakiki pun tidak sedikit jumlahnya. Dan perlu ditambahkan bahwa bid’ah dapat menyebabkan pembuat dan pelakunya kafir dan fasik. (hurmatul ibtida’fi Ad-Din karya Abu Bakar Al Jazairi. Hal 13-15). dirangkum dari Sunnah dan Bid'ah karya syaikh Sa'ad Yusuf Abu Aziz. Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Tidak ada komentar:
Posting Komentar